WELLCOME TO MY BLOG

Kamis, 26 April 2012

UU KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG
KETENAGAKERJAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
dan merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat
penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin
kesamaan kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya dalam rangka hubungan industrial yang berkeadilan;
e. bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e
perlu ditetapkan Undang-undang tentang Ketenagakerjaan;

Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan,
baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
3. Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.
4. Pengusaha adalah :
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
5. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan
tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara.
6. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tertulis, baik untuk
waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak.
7. Hubungan kerja sektor formal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja berdasarkan
perjanjian kerja, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang mengandung adanya unsur
pekerjaan, upah, dan perintah.
8. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
9. Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan industrial yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan
manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan yang tumbuh serta
berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
10. Serikat pekerja adalah organisasi pekerja yang bersifat mandiri, demokratis, bebas, dan bertanggung jawab yang
dibentuk dari, oleh, untuk, pekerja guna memperjuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja dan keluarganya.
11. Gabungan serikat pekerja adalah beberapa serikat pekerja yang bergabung atas dasar lapangan pekerjaan.
12. Lembaga Kerjasama Bipartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah hubungan
industrial di perusahaan yang anggotanya terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja.
13. Lembaga Kerjasama Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah, dalam rangka hubungan
industrial, yang anggotanya terdiri dari unsur pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
14. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja serta tata tertib perusahaan.
15. Kesepakatan kerja bersama adalah kesepakatan hasil perundingan yang diselenggarakan oleh serikat pekerja
atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,
untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak.
16. Perselisihan industrial adalah perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan
syarat-syarat kerja, pelaksanaan norma kerja, hubungan kerja, dan/atau kondisi kerja.
17. Mogok kerja adalah tindakan pekerja secara bersama-sama menghentikan atau memperlambat pekerjaan
sebagai akibat gagalnya perundingan penyelesaian perselisihan industrial yang dilakukan, agar pengusaha
memenuhi tuntutan pekerja.
18. Penutupan perusahaan (lock-out) adalah tindakan pengusaha menghentikan sebagian atau seluruh kegiatan
perusahaan sebagai akibat penyelesaian perselisihan industrial yang tidak mencapai kesepakatan, supaya
pekerja tidak mengajukan tuntutan yang melampaui kemampuan perusahaan.
19. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha.
20. Anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.
21. Orang muda adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur 15 (lima belas) tahun atau lebih dan kurang dari
18 (delapan belas) tahun.
22. Waktu kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan pada siang hari dan/atau malam hari.
- Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai pukul 18.00.
- Malam hari adalah waktu antara pukul 18.00 sampai pukul 06.00.
- Seminggu adalah waktu selama 7 hari.
23. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha
kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja dan keluarganya.
24. Kesejahteraan pekerja adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/ atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan
rohaniah, baik selama maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung dan tidak langsung dapat
mempertinggi produktivitas kerja.
25. Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua,
dan meninggal dunia.
26. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan keterampilan atau keahlian, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan, baik di sektor
formal maupun di sektor informal.
27. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di
lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja
yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu.
28. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pengguna
tenaga kerja supaya tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya, serta pengguna tenaga kerja memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan.
29. Tenaga kerja warga negara asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah
Indonesia.
30. Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil
yang lebih baik dan diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan.
31. Usaha sektor informal adalah kegiatan orang perseorangan atau keluarga, atau beberapa orang yang
melaksanakan usaha bersama untuk melakukan kegiatan ekonomi atas dasar kepercayaan dan kesepakatan, dan
tidak berbadan hukum.
32. Pekerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja sektor informal dengan
menerima upah dan/atau imbalan.
33. Hubungan kerja sektor informal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pekerja dan orang perseorangan atau
beberapa orang yang melakukan usaha bersama yang tidak berbadan hukum atas dasar saling percaya dan
sepakat dengan menerima upah dan/atau imbalan atau bagi hasil.
34. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundangundangan
di bidang ketenagakerjaan.
35. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.


BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan kemitraan.
Pasal 4
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal;
b. menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan nasional;
c. memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
d. meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.


BAB III
KESEMPATAN DAN PERLAKUAN SAMA
Pasal 5
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada setiap tenaga kerja untuk
memperoleh pekerjaan.
Pasal 6
Pengusaha wajib memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada pekerja.


BAB IV
PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN
INFORMASI KETENAGAKERJAAN
Pasal 7
(1) Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, Pemerintah menyusun dan menetapkan perencanaan tenaga
kerja.
(2) Perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai dasar dan acuan dalam
penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenaga-kerjaan yang
berkesinambungan.
Pasal 8
(1) Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenaga-kerjaan.
(2) Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi:
a. penduduk dan tenaga kerja;
b. kesempatan kerja;
c. pelatihan kerja;
d. produktivitas tenaga kerja;
e. hubungan industrial;
f. kondisi lingkungan kerja;
g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
(3) Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diperoleh dari semua pihak yang terkait, baik
dari instansi pemerintah maupun instansi swasta.
Pasal 9
Tata cara memperoleh informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dan penyusunan serta pelaksanaan
perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.


BAB V
HUBUNGAN KERJA
Pasal 10
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.
Pasal 11
(1) Perjanjian kerja dibuat secara lisan dan/atau tertulis.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 12
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kemauan bebas kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak, yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak, yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dan huruf d batal demi hukum.
Pasal 13
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan
menjadi tanggung jawab pengusaha.
Pasal 14
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan :
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama dan alamat pekerja;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja;
e. besarnya upah dan cara pembayaran;
f. tempat pekerjaan;
g. mulai berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perusahaan, kesepakatan kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama, pekerja dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian
kerja.
Pasal 15
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.
Pasal 16
Perjanjian kerja dibuat:
a. untuk waktu tertentu, bagi hubungan kerja yang dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau
selesainya pekerjaan tertentu;
b. untuk waktu tidak tertentu, bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian
atau selesainya pekerjaan tertentu.
Pasal 17
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis.
Pasal 18
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa
percobaan yang disyaratkan batal demi hukum.
Pasal 19
Jenis/sifat pekerjaan, jangka waktu berlakunya, syarat perpanjangan, dan syarat pembaharuan perjanjian kerja untuk
waktu tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja selama-lamanya 3 (tiga)
bulan.
(2) Selama masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah
pekerjanya di bawah upah minimum yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 21
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja; dan
e. keadaan memaksa.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha dan/atau beralihnya hak atas perusahaan yang
disebabkan penjualan, pewarisan, dan hibah.
(3) Dalam hal pengusaha meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah
merundingkan dengan pekerja.
(4) Dalam hal pekerja meninggal dunia, ahli waris pekerja berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 22
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Pasal 23
(1) Dalam hal perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat
surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan.
(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan :
a. nama dan alamat pekerja;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan;
d. besarnya upah.


dan masih banyak lagi pasalnya yang mengatur Hubungan Industrial pancasila yang g bisa cantumkan ke dalam tulisan ini.. 

cozz buanyak bener klo bicara soal pasal... yang saya ambil yang umum aja....

☻..☻..☻..☺..☺..☺..☻..☻..☻..☺..☺..☺..☻..☻..☻..☺..☺..☺..☻..☻..☻









1 komentar: